Pages - Menu
▼
Pages
▼
Tuesday, 14 April 2015
Thursday, 9 April 2015
Laporan Praktikum Kimia Organik Pembuatan Sabun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sabun adalah garam logam alkali (
biasanya garam natrium ) dari asam lemak. Sabun mengandung garam C16
dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan
bobot atom lebih rendah. Sabun dihasilkan oleh proses safinifikasi. Yaitu
hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat
kondisi basa yang biasanya digunakan adalah NaOh dan KOH. Asam lemak yang
berikatan dengan natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan sabun.
Namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH
lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat menggunakan
KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara
9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang dibuat dengan alkali lemah (NH4OH)
akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5.
Suatu molekul sabun mengandung suatu
rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu
bersifat hidrofobik dan larut dalam zat – zat non polar. Sedangkan ujung ion
bersifat hdrofilik dan larut dalam air. Karena adanyan rantai hidrokarbon,
sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah membentuk misel (micelles),
yakni segerombol (50-150) molekul air yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992)
1.2
Tujuan Praktikum
1.
Membuat
dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratutium
2.
Menjelaskan
beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Sejarah Sabun
Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam Historia
Naturalis, sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech
yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah
memakai sabun keras.Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000
tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru
belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di
abad II.Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni.
Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa.
Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille,
Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak
zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,
kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa.
Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di
Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi
besar.Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu.Setelah mengeras, sabun
dipotong-potong, dan dijualdari rumah ke rumah.Begitupun, baru abad XIX sabun
menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah (Baysinger, 2004).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan
sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan
diesterifikasi dengan gliserol.Masing– masing lemak mengandung sejumlah molekul
asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18
(asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan
natrium hidroksida membebaskan gliserol (Baysinger, 2004).
Sifat
– sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi darikomponen
asam – asam lemak yang digunakan.Komposisi asam – asam lemak yang sesuai dalam
pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya,
panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena
dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18
atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan
busa.Terlalu besar bagian asam – asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang
mudahteroksidasi bila terkena udara. Alasan – alasan di atas, faktor ekonomis,
dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun
terbatas.
Sabun
adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali.Hasilpenyabunan
tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali atau asam
lemak yang berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh alkali. Campuran
tersebut berupa masa yang kental, masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun
dengan cara penggaraman, bila sabunnya adalah sabun natrium, proses
pengggaraman dapat dilakukan dengan menambahkan larutan garam NaCl jenuh.
Setelah penggaraman larutan sabun naik ke permukaan larutan garam NaCl,
sehingga dapat dipisahkan dari gliserol dan larutan garam dengan cara menyaring
dari larutan garam. Masa sabun yang kental tersebut dicuci dengan air dingin
untuk menetralkan alkali berlebih atau memisahkan garam NaCl yang masih
tercampur. Sabun kental kemudian dicetak menjadi sabun tangan atau kepingan dan
kepingan. Gliserol dapat dipisahkan dari sisa larutan garam NaCl dengan jalan
destilasi vakum.Garam NaCl dapat diperoleh kembali dengan jalan pengkistralan
dan dapat digunakan lagi (Ralph
J. Fessenden, 1992).
Penetapan Sabun
terdapat 2 macam, yaitu cara kualitatif dan cara kuantitatif.
a. Penetapan Kualitatif
Penetapan secara
kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sabun mengandung alkali bebas atau
asam lemak bebas.
Cara penetapan :
Ø
Contoh sabun diparut/ dipotong halus
Ø
Timbang sabun sebanyak 0,1 gram sabun, masukkan
kedalam tabung rekasi yang bersih dan kering
Ø
Larutkan sabun dengan 2 ml Alkohol netral (bila perlu
dipanaskan diatas penangas air)
Ø Kemudian dibubuhi 1-2
tetes indicator PP
b. Penetapan Kuantitatif
Ø
Penetapan kuantitatif dilakukan dengan cara mengamati
hasil dari uji kualitatif
Jika setelah dibubuhi
indicator PP larutan sabun tidak berwarna merah berarti sabun mengandung asam
lemak bebas atau netral
Ø
Apabila sabun berwarna merah berarti sabun mengandung
alkali bebas
Analisis sabun secara
kuantitatif meliputi pemeriksaan :
1.
Alkali bebas
2.
Asam lemak bebas
3.
Alkali total
4.
Alkali terikat
5.
Asam lemak total
6.
Asam lemak terikat
7.
Lemak netral yang tidak tersabunkan
8.
Zat pemberat/ pengisi
9.
Logam minyak/ Minyak Pelikan
10. Kadar air
2.2
Pengertian Sabun
Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari
reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam
monovalen dari asam karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai
lurus (alifatis) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu
antara C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion amonium (Austin,
1984).
Sabun adalah garam logam dari asam lemak.
-
Pada prinsipnya sabun dibuat dengan cara mereaksikan
asam lemak dan alkali sehingga terjadi reaksi penyabunan
-
Reaksi pertama :
-
Reaksi kedua :
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon
panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik
dan larut dalam zat-zat non-polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan
larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara
keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi
dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50-150)
molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya
menghadap ke air (Austin, 1984).
Kegunaan sabun ialah kemempuannya
mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan.
Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon
sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non-polar, seperti tetesan-tetesan
minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh
ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat
saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Austin, 1984).
Sabun termasuk dalam kelas umum
senyawa yang disebut surfaktan, yakni senyawa yang dapat menurunkan tegangan
permukaan air. Molekul surfaktan apa saja mengandung suatu ujung hidrofobik
(satu rantai molekul atau lebih) dan suatu ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon
suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon atau lebih agar efektif
(Austin, 1984).
Larutan encer sabun selalu terionkan
membentuk anion dari alkil karboksilat, yang aktif sebagai pencuci sehingga
sabun alkil natrium karboksilat disebut azt aktif anion. Gugus RCOO mempunyai
sifat ganda, gugus alkil R bersifat hidrofob (menolak air) sedangkan gugus karboksilat
– COO bersifat hidrofil (Harold. 1982).
Larutan sabun selalu trhidrolisa di
dalam air sehingga bersifat sedikit alkalis. Dengan penambahan indikator
PP(fenolftalein) selalu berwarna merah muda. Sehingga dalam waktu bersamaan
akan terdapat molekul-moleku RCOONa, RCOOH dan ion-ion RCOO , OH
dan Na+.
Sabun
dan asam lemak dapat membentuk :
Suhu titer sabun adalah suhu dimana
larutan koloid sabun berubah menjadi kasar dan tidak aktif lagi. Sedangkan
titik keruh adalah suhu dimana larutan koloid sabun menjadi keruh karena
terbentuknya dispersi kasar dan larutan sabun menjadi kental sehingga dapat
dipilin. Titik keruh disebut juga suhu pilin. Suhu titer dan titik keruh tidak
jauh berbeda dan merupakan indikasi dimana larutan sabun tidak aktif lagi. Maka
untuk penggunaan sebagai detergen, larutan sabun dipanaskan sampai mendekati
suhu titer (Harold. 1982).
Sabun larut dalam alkohol dan
sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun secara koloidal di dalam air dan
bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL . Gugus R sebagi alkil bersifat menolak air
(hidrofob) dan gugus – COOL bersifat menarik air (hidrofil) bila L berupa
kation dari Na, K atau NH4. Larutan koloidal akan terbentuk dengan
cepat pada suhu makin tinggi (Harold.
1982).
Larutan asam akan segera
menghidrolisa sabun menjadi asam lemak kembali. Di dalam air dingin berbentuk
gumpalan dan di dalam air panas akan melelh dan membentuk lapisan minyak yang
jernih di prmukaan larutan asam.
2.3
Sifat-sifat Sabun
a.
Sabun larut dalam alcohol dan sedikit larut dalam
pelarut lemak
Sabun + air
→ larutan koloid
b.
Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat
surfaktan yang terdiri dari molekul yang suka air (hidrofil) dan tidak suka air
(hidrofob)
c.
Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih)
mengendap sebagai sabun kalsium/ natrium.
d.
Dalam asam, sabun akan terhidrolisa menjadi asam lemak
kembali.
RCOONa +
HCl →
RCOOH + NaCl
e.
Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari
alkil karboksilat, yang aktif sebagai pencuci (ZAP)
f.
Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk
molekul RCOONa, RCOOH, dan ion-ion RCOO-, OH-, dan Na+
g.
Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik
sabun seperti derajat hidrolisa, suhu titer, dan titik keruh. Untuk sabun
jumlah C-nya 14,15, dan 17
2.4 Bahan Pembuatan Sabun
Secara teoritis semua minyak atau
lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa
faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat sabun.
Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara lain (Ralph J. Fessenden, 1992).
a.
Minyak
atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan
senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses
pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati
atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam
keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C),
sedangkan lemak akan berwujud padat (Ralph J. Fessenden, 1992).
Jumlah minyak atau lemak yang
digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan,
seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi,
mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau
lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
1.
Tallow (
Lemak Sapi )
Tallow
adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya
digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah
digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang
paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara
0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer
point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow
yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam
miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2.
Lard (
Lemak Babi )
Lard
merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti
asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-40%). Jika
digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa.
3.
Palm
Oil ( Minyak Sawit )
Minyak
sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid
sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus
dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat
keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan
asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%,
asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat
0,5-1%.
4.
Coconut
Oil ( Minyak Kelapa )
Minyak
kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui
ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%,
sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
5.
Palm
Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )
Minyak
inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak
jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak
kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam
laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%,
asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
6.
Palm
Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak
sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari
minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam
minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga
terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%,
asam laurat 0,1- 0,4%
7.
Marine
Oil
Marine oil
berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8.
Castor
Oil ( Minyak Jarak )
Minyak
jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku
pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963
kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg
KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa
ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak
86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam
dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973).
9.
Olive
Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak
zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi
memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat
yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa
senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan
squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di
antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam
oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak
zaitun.
10.
Campuran
Minyak dan Lemak
Industri
pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak
yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena
memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam
laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan
berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
b.
Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan
dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines
(sinonim: 2-Aminoethanol, monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan
formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik
dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam
pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena
sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat)
merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat
menyabunkan trigliserida dari minyak atau lemak (Ralph J. Fessenden, 1992).
2.5 Fungsi
sabun
Fungsi dari sabun
adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat di buang dengan
pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun yaitu :
a.
sabun
alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK, RCOONH4
b.
sabun
alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen (RCOO)2Ca,
(RCOO)2Mg, (RCOO)3Al (Ralph J. Fessenden, 1992).
Sabun yang digunakan sebagai
pencuci pada umumnya dibuat dari basa natrium yang direaksikan dengan asam
lemak berantai panjang. Untuk tujuan tertentu sabun dapat dibuat dari garam
kalium, misalnya untuk sabun yang lebih lunak dan lebih larut dalam air. Cara
pembuatan sabun secara singkat dapat diihat sebagai berikut:
Pemasakan minyak/lemak dalam larutan alkali
(NaOH atau KOH) pada suhu mendidih (95 – 100 0C).
H2C-O-C-R’’’ H2C-OH
Lemak/minyak gliserol
asam lemak
penyabunan
Detergent atau
sabun dapat
digunakan sebagai pembersih pada air sadah karena detergent tidak dapat
bereaksi dengan air sadah sehingga tidak akan menimbulkan endapan yang
dimungkinkan daapat merugikan. Sedangkan pada sabun tidak dapat bekerja pada
air sadah karena sabun bereaksi pada air sadah yang dapat menimbulkan kerusakan
atau kerak pada baju maupun lantai.
Adapun sebab sabun dan detergen bisa menjadi sebagai pembersih kotoran
atau lemak dikarenakan sabun
dan detergen terdiri dari ujung hidrokarbon yang bersifat hidrokarbon yang
bersifat non polar dan ujung satunya besifat polar. Bagian non polar akan
mengelilingin tetesan minyak dan melarutkannya sesuai dengan asas like
dissolved like, sedangkan ujung polar dari molekul tersebut segera akan
terlarut dalam air. Detergent lebih efektif membersihkan kotoran karena kerja
detergent tidak dipengaruhi air sadah. Sedangkan sabun tidak bekerja efektif
pada air sadah.
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1
Bahan-Bahan
yang digunakan:
1.
Etanol
2.
Kalsium sulfat
3.
Kerosen (Minyak Tanah)
4.
Larutan NaCl jenuh
5.
Minyak Zaitun
6.
Natrium Hidroksida 2N
7. Phenolpthalein
3.2
Alat-Alat yang digunakan:
1.
Cawan Penguap 6. Pompa
Vakum
2.
Batang
Pengaduk 7. Gelas
Piala
3.
Penangas
Air 8. Tabung
Reaksi
4.
Kertas
Saring 9. Pipet
Tetes
5.
Tabung
Reaksi 10.Termometer
3.3 Prosedur
Percobaan
3.3.1 Persiapan
1.
Disiapakan alat dan bahan kimia yang akan digunakan
2.
Dibuat larutan NaOH 2N
3.3.2 Pembuatan Sabun
1.
Diamabil 34 ml minyak zaitun dan dimasukkan kedalam
mangkok.
2.
Ditambahkan 36 ml etanol ke dalam mangkok yang
telah berisi minyak zaitun.
3.
Ditambahkan 20 ml larutan NaOH 2N sambil diaduk.
4.
Mangkok ditutup dengan piring.
5.
Dipanaskan campuran dalam mangkok sampai hilang bau
dari alkoho (etanol).
6.
Dinginkan campuran dalam mangkok tersebut.
7.
Diamati apa yang terjadi dalam cawan penguap.
8.
Ditambahkan 120
ml larutan NaCl jenuh kedalam mangkok.
9.
Diamati apa yang terjadi.
10.
Diaduk campuran dengan baik, kemudian saring zat padat
yang dihasilkan.
3.3.3 Sifat Sabun
1.
Dimasukkan 1 ml
kerosene dan 10 ml air dalam tabung reaksi.
2.
Dikocok campuran tersebut dan catat pengamatan anda.
3.
Dimasukkan sedikit sabun kedalam tabung reaksi yang
berisi campuran kerosene dan air.
4.
Dikocok dan diamati perubahan
5.
Ditamabahkan sedikit sabun dan kocok jika tidak ada
perubahan pada campuran dan catat pengamatan.
6.
Dicatat pengaruh penambahan sabun pada campuran
tersebut.
7.
Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan
sedikit sabun dalam 5 ml air panas.
8.
Ditambahkan 8-10 tetes larutan Kalsium Sulfat.
9.
Dicatat pengaruh Kalsium Sulfat terhadap air sabun.
10.
Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan
sedikit sabun dalam 5 ml etanol.
11.
Ditambahkan 2 tetes larutan phenolphthalein.
12.
Dicatan hasil pengamatan.
3.4 Rangkaian Alat
Gambar 3.1 Rangkaian pompa vakum
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
4.1.1 Pembuatan
Sabun
Tabel 4.1 Hasil Pembuatan Sabun
No
|
Bahan
|
Pengamatan
|
1.
|
Etanol Dipanaskan
NaOh
|
Larutan berwarna kuning pekat
|
2.
|
|
Larutan berwarna busa putih pada bagian atas dan
berwarna kuning pada bagian bawah
|
3.
|
Campuran + NaCl dan di aduk
|
Campuran menjadi kental
Menjadi kuning pudar
|
4.1.2 Sifat-sifat
Sabun
Tabel 4.2 Sifat-sifat Sabun
No
|
Bahan
|
pengamatan
|
1
|
|
Bening
cair, dan minyak tidak bergabung
|
2
|
|
Putih
keruh
|
3
|
Sabun +
Air Panas
|
Putih
keruh
|
4
|
Larutan
sabun + kalsium Sulfat
|
Warna menjadi Putih keruh akan tetapi
terdapat endapan
|
5
|
Sabun + etanol
|
Warna masih
Putih keruh
|
6
|
Sabun + Etanol + phenolphtalein
|
Warna menjadi
merah muda atau pink
|
4.2 Reaksi-reaksi Yang terjadi
Etanol Natrium Natrium Air
Hidroksida
Etoksida
Gambar 4.1 Reaksi Etanol dan NaOH
b. Reaksi safonifikasi
Gambar 4.2 Reaksi safonifikasi
4.3 Perhitungan
Pembuatan larutan
NaOh 2N dalam 250 ml aquadest
Gr NaOH = 20 gram
4.4 Pembahasan
Safonifikasi merupakan proses
pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak khususnya
trigliserida dengan alkali yang menghasilkan sabundan hasil samping berupa
gliserol. Sabun merupakan garam (natrium) yang mempunyai rangkaian karbon yang
panjang. Gugus induk lemk disebut Fatty
acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C-18) yang
berikatan membentuk gugus karboksil. Sabun memiliki sifat yang unik, yaitu pada
strukturnya dimana kedua ujung dari strukturnya memiliki sifat yang berbeda.
Pada salah satu ujungnya terdiri dari natrium hidrokarbon asam lemak yang
bersift lipofilik (tertarik pada atau larut lemak dan minyak) atau basa yang
disebut ujung nonpolar sedangkan pada ujung lainnya yang merupakan ion
karboksilat bersifat hidrofilik (tertarik pada atau larut dalam air) atau ujung
polar.
Pada percobaan ini, 34 ml minyak zaitun dimasukkan
kedalam mangkok, kemudian ditambahkan 36 ml etanol dan basa kuat NaOH 2N
sebanyak 20 ml. minyak zaitun berfungsi sebagai bahan baku pembuatan sabun,
NaOH yang berfungsi sebagai pereaksi dan pembuatan sabun berbenruk padat,
etanol sebagai pelarut, dan NaCl jenuh digunakan sebagai agen pengendap dari
sabun yang telah terbentuk dan untuk melarutkan gliserol. Penambahan NaCl
berfungsi untuk menurunkan nilai kelarutan dari sabun sehingga sabun mngendap.
Berkurangnya kelarutan sabun ini karena penambahan ion sejenis (common ion effect), yaitu Na+. pembuatan
sabun padat menggunakan NaOH sebagai pereaksi. Sementara itu, pada pembuatan
sabun cair digunakan KOH sebagai perekasi. Reaksi pembuatan sabun dengan
menggunakan larutan alkali NaOH adalah sebagai berikut :
Gambar 4.3 Reaksi pembuatan sabun padat
NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik
dalam idustri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Sabun dengan
berat molekul yang lebih rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur
sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi
sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam
bentuk ion.
Medium pereaksi yang digunakan dalam
bentuk suatu pelarut yaitu etanol. Etanol digunakan sebagai pelarut karena
etanol merupakan suatu pelarut yang baik untuk senyawa-senyawa organic, dalam
hal ini adalah untuk melarutkan minyak zaitun yang digunakan. Etanola dalah
alkohol dengan dua atom C. Etanol merupakan senyawa organic yang
bersifat semi polar karena mengandung gugus OH- dan bersifat
nonpolar yaitu CH3+. Dengan pelarut inilah NaOH terlarut
dan dapat bercampur dengan minyak dalam reaksi peyabunan menghasilkan larutan yang
berwarna kuning, berbuih dan terbentuk endapan-endapat putih. Namun, reaksinya
akan berlangsung lama. Setalah ketiga bahan dicampur maka dilakukan proses
pemanasan pada suhu 75 0C. pemanasan pada suhu ini bertujuan untuk
menguapkan etanol. Etanol memiliki titik didih yaitu 78 0C dan pada
suhu tersebut etanol akan menguap. Jika etanol kita panaskan pada suhu diatas
78 0C maka etanol akan cepat menguap dan proses pereaksian minyak
zaitun dan NaOH tidak berlangsung sempurna. Sedangkan jika dipanaskan pada suhu
dibawah 78 0C, etanol akan lama sekali menguap dan proses reaksi
akan erlangsung lama. Dalam proses saponifikasi, lemak akan terhidrolisis oleh
basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Selain itu, agar rekasi
saponifikasi berjalan lebih optimal dan produk yang dihasilkan memiliki
kualitas yang baik, maka campuran minyak dan NaOH harus dipanaskan sambil tetap
dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk mempercepat larutan. Proses
pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan memebentuk suatu cairanyang
mengental, yang disebut dengan trace. Tujuan dari diadakannya pemanasan ini
adalah untuk meghilangkan bau etanol dan memepercepat terjadinya reaksi.
Dari hasil percobaan yang telah
dilakukan, maka dapat diketahui sifat-sifat sabun, diantaranya yaitu :
v Berbusa jika
dilarutkan didalam air
Dapat dilihat
pada pencampuran sabun dengan air panas, terdapat buih-buih, yang menandakan
sabun tesebut bekerja di dalam air.
v Sabun bersifat
emulgator
Sabun bersifat
emulgator yang mengubah air dan kerosin yang dicampurkan menjadi homogeny.
v Bersifat basa
Larutan sabuh
menjadi warna pink jika diuji dengan indicator phenolphthalein. Yang menandakan bahwa sabun tersebut bersifat
basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat
basa.
v Tidak mamapu bekerja
pada air yang mengandung mineral
Pada percobaan
ini digunakan larutan kalsium sulfat. Pada air sadah ini, sabun tidak bekerja,
hal ini ditandai dengan tidak munculnya busa, tetapi timbul dadih-dadih sabun,
yang ,merupakan garamnya. Hal ini terjadi karena ion Ca2+ dapat
bereaksi dengan sabun memebentuk endapan. Sehingga fungsi sabun dalam mengikat
kotoran menjadi kurang atau bahkan tidak efektif.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sabun dapat dibuat dari reaksi
antara minyak dan natrium hidroksida pekat.
2. Sabun
bersifat basa, hal ini dibuktikan melalui penambahan Phenolphtalein kedalam larutan sabun, dan menghasilkan larutan
berwarna merah muda.
3. Sabun
bersifat emulgator, hal ini dilihat dari kemampuan sabbun menyatukan larutan air
dengan kerosene.
4. Sabun tidak bekerja dengan
adanya Ca2+, dapat dilihat dari laruta sabun ditambah dengan kalsium
sulfat mengakibatkan warna keruh, busanya berkurang dan sabun tetap terpisah.
5.2 Saran
1. Konsentrasi
bahan harus tepat.
2. Pembuatan
NaOH dilakukan dengan perhitungan yang tepat sehingga jumlah pemakaian dapat
diketahui
3. Saat
pendinginan setelah proses pemanasan tidak boleh langsung didinginkan pada suhu
yang sangat dingin, harus di suhu kamarkan terlebih dahulu.
Daftar
Pustaka
Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra-
Hill Book Co: Singapura
Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics.
85th ed.
Fessenden, R. J. and Fessenden, J.S. 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Hard, Harold. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga : Jakarta.